Jumat, 29 Juni 2012

Mengapa Anak Kita Perlu Pendidikan Seksualitas


Fenomena tentang perilaku seksual siswa sekolah dasar bukanlah sesuatu khayalan (fiktif), rekaan, atau sekedar mengada-ada. Ini sudah merupakan kenyataan yang mau tidak mau sedang kita hadapi saat ini. Berikut akan dijabarkan beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan mengapa pendidikan seksualitas perlu diberikan.

Pertama. Pada tahap perkembangan ini anak-anak mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terhadap hal-hal baru dan menarik perhatian mereka. Perasaan ingin tahu yang terus dijejali dengan informasi ‘menarik namun sesat’ membuat mereka tergoda untuk mencoba hal yang berkaitan dengan seks (sexpectation), akhirnya mau tidak mau merangsang mereka untuk memulai masa yang disebut pubertas dini.

Kedua. Anak-anak akan mengalami masa yang dinamakan pubertas, yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Pada masa tersebut mereka akan mengalami perubahan-perubahan fisik dan jiwa yang sangat cepat dan masih labil. Namun sayangnya sebagian besar dari mereka tidak tahu secara pasti apa saja yang akan dialaminya pada masa-masa puber. Maka, diharapkan orang tua bisa membantu anak dengan memberikan penjelasan kepada anak agar mereka bisa melalui masa puber dengan tenang.

Ketiga. Faktor perbaikan gizi saat ini menjadikan anak secara fisik lebih cepat tumbuh dan matang sebagai sosok manusia. Tapi sayangnya, pertumbuhan fisik yang pesat ini tidak dibarengi dengan kematangan mentalnya. Akibatnya, anak tumbuh sebagai sosok yang kuat secara fisik tetapi lemah mentalnya. Dan dalam berperilaku mereka lebih mengedepankan otot daripada otak. Para anak perempuannya pun begitu mudahnya menyerahkan kehormatan mereka dengan bujukan “cinta sejati”.

Keempat. Produk-produk seperti VCD-DVD, majalah, maupun komik yang didalamnya menyajikan adegan-adegan seks saat ini telah banyak beredar dan sangat mudah dijumpai oleh kita baik di mal-mal maupun di lapak-lapak koran. Jadi, tidak mengherankan jika kedapatan anak sekolah dasar dengan mudahnya mengoleksi beragam VCD-DVD atau komik-komik porno, tanpa mereka tahu dampak buruk yang akan mereka alami. Sebuah penelitian dari Diane E. Papalia & Sally Wendkos Olds menyatakan bahwa gejolak seksual yang menjangkiti orang muda usia menjadikan mereka low achievers atau orang berprestasi lebih rendah dari kemampuan sebenarnya.

Kelima. Hampir 100% dari siswa yang terlibat dengan pornografi bermula dari teman, di rumah teman, dan menontonnya bersama teman. Jadi diperlukan perhatian dan pengawasan khusus terhadap semua kegiatan anak baik di rumah maupun di luar rumah.

Keenam. Kampanye pemerintah untuk menanggulangi bahaya seks adalah ‘save sex with condom’. Hal tersebut membuka peluang bagi anak dan remaja kita untuk mencoba melakukan hubungan seks, asalkan menggunakan kondom, seks adalah aman dan boleh dilakukan. Ini adalah tantangan bagi para orang tua yang kesekian kalinya untuk mengarahkan putra-putrinya mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.

Ketujuh. Dengan makin banyaknya informasi menyesatkan tentang seks, usaha dan kontrol dari orang tua justru sangat minim. Bahkan terkadang orang tua enggan memberi jawaban ketika anak menanyakan sesuatu yang berkenaan dengan seks dan seksualitas. Padahal menjalin komunikasi yang baik dan terbuka antara orang tua dan anak sangat penting untuk membangun benteng yang kuat bagi anak dalam menghadapi informasi-informasi yang menyesatkan tersebut.

Kedelapan. Fenomena penyimpangan seksual semakin banyak beredar baik di media cetak maupun elektronik, seperti homoseksual, lesbian, fenomena waria, sadisme seksual, ataupun eksibishionis. Ketika anak tumbuh dan berkembang dalam kondisi yang dipenuhi dengan hal-hal menyimpang, hampir dipastikan bahwa anak akan mengadopsi fenomena tersebut menjadi sebuah nilai-nilai bagi kehidupannya kelak. Meski tak selalu, lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak selanjutnya.

Kesembilan. Pendidikan seksualitas sebaiknya diberikan sejak dini, jangan terpikir untuk memberikan pendidikan seksualitas setelah anak berusia 17 tahun. Karena menjelang pubertas hormon-hormon seks mereka mulai bekerja, sedangkan banyak sekali anak-anak yang kurang mengerti tentang perubahan-perubahan fisik dan jiwa yang mereka alami saat pubertas, serta tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap tanda-tanda pubertas seperti halnya mimpi basah dan menstruasi.

Kesepuluh. Karena seksualitas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Maka akan lebih bijaksana bila orang tua memberitahukan tentang hakekat seksualitas yang seutuhnya pada anak, agar mereka tahu mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga anak menjadi lebih kokoh dalam menghadapi hal-hal menyimpang yang terjadi di lingkungan sekitar kita. (“Mengapa anak kita perlu pendidikan seksualitas”)