Senin, 25 Juni 2012

"Koin" Kaki Lima Buat Gedung KPK


Zona Malam -Wacana pembangunan gedung baru bagi Komisi Pemberantasan Korupsi kembali terganjal di Komisi Hukum DPR. Padahal kebutuhan akan gedung baru KPK mulai mendesak.

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, mengatakan gedung yang ada sekarang sudah tidak dapat menampung jumlah pegawai KPK. "Bisa dicek dengan kondisi sekarang jumlah penghuni gedung KPK sudah dua kali jumlah semestinya," kata Bambang di kantornya, Senin 25 Juni 2012.

KPK, kata Bambang, telah mengajukan anggaran untuk pembangunan gedung sejak dua tahun lalu sebesar Rp225 miliar. Proyeknya sendiri rencananya dikerjakan multiyears dengan rincian Rp61 miliar per tahun.

Namun, permohonan itu tak ditanggapi Komisi Hukum DPR. Para legislator justru memberi tanda bintang di pengajuan anggaran itu, dan meminta KPK menghubungi Ditjen Kekayaan Negara untuk dicarikan gedung milik negara yang kosong agar bisa digunakan untuk KPK.

"Kami sudah mengirimkan surat ke Dirjen Kekayaan Negara tapi belum ada respons, dan menurut informasi memang tidak ada gedung kosong," ujar Bambang.

Padahal lanjut Bambang, pemerintah telah menyetujui anggaran yang diajukan KPK itu. Ditambah lagi Kementerian Pekerjaan Umum sudah memberikan rekomendasi terkait luas tanah dan bangunan ideal bagi gedung baru KPK yakni sekitar 27.000 m2. KemenPAN merekomendasikan penambahan jumlah pegawai untuk menunjang kerja KPK, dari jumlah saat ini 700 personel, menjadi 1.200 personel.

Yang paling disayangkan, kata Bambang, adalah alasan DPR memberikan tanda bintang pada anggaran KPK, semacam tanda anggaran itu belum disetujui. DPR mengajukan tiga alasan tentang usulan anggaran KPK itu. Pertama manajerial, kedua efisiensi dan ketiga ada anggapan KPK adalah lembaga Ad Hoc.

Soal Ad Hoc ini, menurut Bambang, keliru. "Tidak pernah terbesit dalam UU bahwa KPK Ad Hoc, apakah pemberantasan korupsi ini Ad Hoc, sehingga lembaganya juga harus Ad Hoc. Bandingkan dengan narkotika dan teroris dahsyat akibatnya, tapi hanya KPK yang disebut Ad Hoc. Problem KPK bukan sekedar gedung, tapi bagaimana eksitensi KPK ke depan," ujarnya.

Permintaan ini sebenarnya sudah diajukan KPK sejak Maret lalu. KPK meminta agar Komisi Hukum DPR segera menyetujui permintaan dana sebesar Rp225,7 miliar untuk pembangunan gedung baru KPK. Permintaan ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Zulkarnain saat rapat dengan Komisi Hukum DPR dalam membahas perubahan anggaran 2012.

Zulkarnain memaparkan, gedung baru KPK akan berdiri di Jalan Rasuna Said No. 565, Kelurahan Guntur, Setia Budi, Jakarta Selatan, dengan luas tanah 27.600 meter persegi. Rencananya, gedung baru itu akan terdiri dari 16 lantai dan mampu menampung 1.394 pegawai.

Pimpinan KPK Busyro Muqqodas mengatakan saat ini jumlah pegawai KPK hanya sekitar 700 orang. Untuk mempercepat penanganan kasus, KPK ingin menambah jumlah pegawai sebanyak 400 orang.

Sikap Komisi Hukum DPR

Mengenai permintaan KPK, Ketua Komisi Hukum DPR, Gede Pasek Suwardika, mengatakan permintaan akan dikaji terlebih dahulu. Oleh karena itu, Pasek meminta lembaga anti korupsi diketuai Abraham Samad itu tidak memaksakan kehendak karena pembahasan ada prosedurnya. "Nanti akan dipelajari. Tapi tidak boleh maksa-maksa," kata Pasek di Gedung DPR, Senin 25 Juni 2012.

Politikus Partai Demokrat itu meminta KPK memahami prosedur yang ada. Menurutnya, tidak ada kalimat yang menyebutkan Komisi III DPR menolak permintaan KPK itu. "Artinya mari gunakan ketatanegaraan yang baik. Jangan nuansa LSM lebih dominan," ujarnya.

Sebagai mitra kerja Komisi III yang membidangi hukum, dia berharap pimpinan KPK memahami hal itu. "Mari kita duduk yang sehat. Tidak seperti LSM," kata Pasek lagi.

Dia menuturkan, sebagai lembaga politik, DPR berbeda dengan lembaga penegak hukum. Semua anggota DPR mewakili kepentingan masing-masing, sehingga tidak mudah mendapatkan titik temu dalam satu persoalan. "Jangan minta spesial. Semua ada forumnya. Jadi diatur yang baik. Semua menjalankan ritme dengan baik," ujarnya.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat, anggaran permohonan pembangunan gedung baru KPK yang masih diblokir Komisi Hukum DPR adalah sebanyak Rp70,7 miliar.

Sejak Antasari

Koordinator FITRA, Uchok Sky Khadafi, menyatakan jumlah anggaran tersebut tercantum dalam Keputusan Presiden NO.32 tahun 2011 tentang Rincian Anggaran Belanja pemerintah pusat tahun anggaran 2012.

Rinciannya, untuk pembebasan tanah sebesar Rp9.785.025.000, dan untuk pembangunan gedung KPK sebesar Rp61.092.888.000. Namun, permintaan ini bukanlah pertama. Permintaan serupa pernah diajukan KPK jilid II. Ketua KPK saat itu, Antasari Azhar, meminta tambahan anggaran bagi lembaganya sebesar Rp126 miliar. Anggaran itu untuk membiayai pembangunan gedung baru sebesar Rp90 miliar, kegiatan supervisi Rp31 miliar, dan untuk kelengkapan alat komunikasi sebesar Rp5 miliar.

Permintaan tersebut disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar saat rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 11 Februari 2009. Menurut Antasari waktu itu, KPK sudah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan membangun gedung di atas tanah seluas 8.294 meter persegi. Pembangunan gedung itu diperkirakan memakan biaya Rp187,90 miliar. "Ini akan dialokasikan untuk tahun anggaran 2009 sebesar Rp90 miliar, dan anggaran 2010 sebesar Rp97,90 miliar," jelasnya. Namun, permintaan itu ditolak Komisi Hukum DPR.

Perlu diketahui, KPK sudah berulang kali pindah gedung. Pertama kali dibentuk pada 2003, KPK menempati gedung di Jalan Ir H Juanda, Jakarta Pusat. Pada 2004, selain menempati gedung di Jalan Juanda, KPK juga menempati bekas Gedung Dewan Pertimbangan Agung di Jalan Veteran, Jakarta Pusat.

Seiring bertambahnya kasus yang ditangani dan jumlah pegawai yang terus meningkat, KPK pun pindah gedung. Pada Agustus 2007, KPK kemudian pindah ke sebuah gedung di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Gedung ini sebelumnya ditempati oleh Bank Papan Sejahtera sejak 1981. Namun, bank ini dilikuidasi pda 1998. Sekitar 250 pegawai KPK akhirnya berbondong-bondong pindah ke gedung berlantai 8 itu.

Tak hanya berkantor di bekas Gedung Bank Papan Sejahtera, pegawai KPK juga berkantor di bekas Gedung Upindo. Di gedung ini, KPK biasanya menggelar persidangan.

"Koin" Untuk KPK

Penolakan DPR ini pun membuat simpati para penggiat antikorupsi dan juga warga biasa. DPP Persatuan Pedagang Kaki Lima Indonesia (PPKLI) memberikan dukungan awal terkait niat KPK untuk membangun gedung baru.

Sekjen DPP PPKLI, Junaedi Sitorus mengatakan pihaknya bersama 54 juta PKL seluruh Indonesia akan menghimpun dana untuk mendukung niat KPK tersebut. Sebagai dukungan awal DPP PPKLI menyerahkan uang senilai Rp1 juta.

"Selanjutnya kami akan melakukan urunan Rp1.000 per PKL selama 3 hari, konsepnya akan dimulai per 1 Juli 2012," kata Junedi yang mengaku diterima oleh Penasehat KPK, Abdullah Hehamahua.

Menurut Junaedi, upaya ini bentuk partisipasi dari komunitas PKL seluruh Indonesia, sekaligus dukungan kepada KPK agar dapat bekerja lebih keras lagi memberantas korupsi.

Dukungan saweran untuk bangun gedung baru pun ternyata juga mengalir dari DPR.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengaku bersedia menyumbang pembangunan gedung itu bila diperlukan. Namun demikian, dia menyarankan tetap mengikuti sistem berlaku. Pramono mengungkapkan, kewenangan persetujuan anggaran pembangunan gedung itu ada di Komisi III DPR. "Pimpinan tidak memiliki kewenangan untuk mengaturnya, tapi bisa kalau untuk menfasilitasi pertemuan antara pimpinan Komisi III dan pimpinan KPK," ujar Pramono di DPR, Senin 25 Juni 2012.

Bila dibangun dengan saweran bukan berarti gedung itu tidak bertuan. Meski dibangun dengan saweran harus tetap menjadi milik negara. Sebab itu, dia menganjurkan tetap melalui prosedur yang berlaku. Dia yakin persoalan itu bisa diselesaikan dengan prosedur yang ada, tidak perlu saling ngotot.

Mengenai gerakan saweran ini, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto menyambut baik dukungan dan partisipasi masyarakat. Namun Bambang mengatakan KPK belum dapat memberikan keputusan untuk menerima atau menolak dana dari hasil partisipasi masyarakat.

"KPK menghaturkan terima kasih atas peran serta masyarakat, di sisi lain dalam waktu dekat KPK akan melakukan kajian dan meminta pertimbangan, pendapat dari pemerintah maupun ahli dan masyarakat untuk bagaimana mengelola dana publik ini," ujar Bambang.

Kendati begitu lanjut Bambang, harapan KPK adalah DPR dapat menyetujui anggaran yang diajukan dua tahun lalu, tapi sampai saat ini masih dilabel 'bintang'. "Kami meminta DPR segera mencabut bintangnya itu, dan kami akan meminta pendapat berbagai kalangan atas partisipasi masyarakat," dia menambahkan.

Dalam undang-undang KPK dan Tipikor, lanjut Bambang, memang disebut secara eksplisit tentang peran dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Namun bagaimana bentuknya, pimpinan KPK masih mendiskusikan. Selain itu, ada kekhawatiran soal asal-usul uang sumbangan.

"Sebaiknya memang tidak dikelola KPK, tapi ada lembaga independen lain dengan akuntabilitasnya terjaga untuk mengelola partisipasi publik ini," ujar Bambang. Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua juga mengatakan KPK tidak akan mengelola dan menerima uang hasil sumbangan itu karena dapat berbenturan dengan sistem keuangan negara.

Mengenai saweran gedung KPK ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai bahwa jumlah sumbangan dan penyumbang harus jelas. Hal ini mencegah pencucian uang oleh koruptor. "Bagi penyumbang yang tidak jelas asal usul dananya, harus ditolak," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah. (np)
 sumber : Baca juga - klik di sini Pics Hot

Jangan Lupa di Like Ya Gan