Jumat, 06 Juli 2012

Kemiskinan, Anak Jalanan, dan Pembangunan

Kemiskinan, Anak Jalanan, dan Pembangunan - Kemiskinan merupakan permasalahan lama, yang belum dapat dientaskan bahkan beberapa dekade yang mendatang. Fenomena kemiskinan diasosiasikan dengan wajah negara miskin, negara berkembang, seperti Afrika, Amerika Selatan, Asia. Desa miskin, desa kumuh pada negara berkembang, ternyata tidak dapat dihapuskan. Hasil penelitian terutama anak-anak miskin cenderung mengalami permasalahan psikologis seperti, dalam hal kesehatan mental dan lambat dalam hal penyesuaian diri. Kemampuan kognitif rendah, sehingga mereka hanya menjadi masalah disekolah, seperti nilai rapot rendah dan mereka tinggal kelas.

Dalam penanganan kemiskinan dalam menangani orang miskin dan keluarga yang miskin, tidak dapat dibiarkan mereka untuk menangani masalahnya tanpa bantuan dari pihak luar. Di negara-negara maju mereka menjadi tanggung jawab negara, tetapi di Indonesia, pemerintah tidak dapat memberikan bantuan bagi seluruh penduduk dan keluarga miskin. Maka partisipasi masyarakat dan LSM sangat diharapkan dalam penanganan masalah tersebut. Penanganan anak-anak jalanan juga demikian, diharapkan partisipasi masyarakat dalam mengentaskan anak-anak yang termarjinalkan. Penanganan yang dilakukan oleh masyarakat sangat banyak seperti dengan pendirian rumah singgah, pemberian beasiswa, pendirian panti sosial, dan menjadi orang tua asuh bagi mereka.

Salah satu akibat yang ditimbulkan, dengan adanya kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah adalah fenomena anak jalanan dan pekerja anak. Dalam biro statistik jumlah anak yang bekerja antara usia 10 sampai 14 tahun di Indonesia adalah 1,99 juta orang pada tahun 1994. Pembangunan yang menitikberatkan semua permasalahan pada nilai-nilai ekonomi. Hal ini, menjadikan ketinggalan terhadap persoalan-persoalan anak dan menjadikan kebringasannya terhadap anak.

Sebagai elemen pembangunan, anak dari segi ekonomi sering dipandang aset yang memberikan keuntungan, sehingga segala sesuatunya dihargai dengan komersial. Salah satunya, dalam keluarga anak dipandang sebagai sumber ekonomi dalam keluarganya. Kehadiran anak yang bekerja dalam sektor formal dan non formal setidaknya menjadi permasalahan. Dalam usia mereka dini, dan mereka dieksploitasi demi kepentingan ekonomi semata, sehingga kasus-kasus dehumanisasipun terjadi seperti pelecehan, pemerkosaan.

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah menyisakan banyak permasalah sosial yang masih belum tersentuh. Hal ini dikarenakan, masalah sosial menjadi titik perhatian kedua setelah permasalahan ekonomi. Dalam permasalahan sosial pemerintah kian kali terlambat, seperti permasalahan kesejahteraan anak-anak.
Pemerintah Indonesia sudah mulai memperhatikan permasalahan anak-anak dengan ditandatanginya pengesahan tentang hak-hak anak (convention on the right of the child) di New York Amerika Serikat. Penandatangan tersebut pada tanggal 26 Januari 1990.
Dengan penandatanganan ini, menjadikan landasan yang kokoh terhadap pembinaan kesejahteraan anak, termasuk pemberian kesempatan anak untuk mengembangkan hak-haknya. Konsekuensi dari penandatanganan ini, bahwa anak-anak bukan semata-mata tugas orang tua atau keluarga, serta bangsa dan negara tetapi dalam bentuk kerjasama masyarakat internasional. Komitmen yang dilakukan oleh pemerintah menjamin hak-hak anak dalam Undang-Undang kesejahteraan anak No. 4/1979, tetapi yang menjadi perhatian adalah pelaksanaan atas konvesi hak-hak anak masih perlu dipertanyakan.

Anak merupakan masa depan bangsa, dan sudah tugas kita bersama, dalam mensejahterakannya dengan terpenuhi hak-haknya. Kesejahteraan anak adalah tata kehidupan dan penghidupan anak yang menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik secara rohani, dan jasmani, maupun sosial. Kesejahteraan anak tercapai dengan terpenuhinya kebutuhan pokok. Kekerasan struktural yang dialami oleh anak juga, akibat dari pembangunan yang salah menyebabkan terjadinya rusaknya habitat tempat maereka hidup yang layak dan tumbuh dengan bebas dan aman. Pembangunan tersebut, menyisakan lingkungan tercemar, dan kumuh. Dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan dengan tercemarnya lingkungan, secara langsung telah melanggar hak-hak anak, dikarenakan lingkungan merupakan tempat bermain dan tempat belajar anak.

Sebagaimana diamanatkan dalam konvensi hak-hak anak yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1990, anak memiliki hak dalam memperoleh pemeliharaan dan bantuan khusus. Hal tersebut, dikarenakan ketidak matangan mental dan jasmaninya. Anak sepatutnya memiliki kesempatan untuk belajar, bermain, dan bersenang-senang secara berlahan-lahan memahami arti kehidupan. Keseluruhan hak anak dilindungi hukum, dengan peraturan tersebut diharapkan dapat berguna bagi kehidupan kelak jika sudah dewasa. Pada konvensi anak pada tahun 1990 mengamanahkan tentang anak memiliki hak ekonomi, sosial budaya, perlindungan azas kepentingan, dari berbagai situasi. Anak memperoleh hak untuk berkembang, memperoleh pelayanan yang berkualitas, mengemukakan pendapat dan memperoleh informasi bermain, dan mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan pelecehan.

Fenomena anak yang berada di jalan semakin meningkat bukan hanya dari aspek kuantitas, tetapi juga aktivitas yang mereka lakukan. Peningkatan ini bukan hanya saat Indonesia mengalami masa krisis tetapi beberapa tahun sebelumnya juga sudah terlihat. Selaras dengan peningkatan ini maka batas anak jalanan semakin meluas juga, keluasan batasan anak jalanan sangat mungkin terkait dengan semakin banyak aspek yang harus diperhatikan seputar aspek anak jalanan. Aspek seputar anak jalanan seperti aktivitas tempat tinggal, hubungan dengan keluarga, status sekolah, umur dan jenis kelamin.

Sumber

Tahukah Kamu?
80% dari seluruh binatang di dunia adalah serangga
Itulah berita untuk 'Kemiskinan, Anak Jalanan, dan Pembangunan', semoga bermanfaat dan bisa menjadi inspirasi buat kamu.